Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)

Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)
Yang Muda Yang Berlari

Senin, 04 Maret 2013

Puisi Arinda Risa Kamal (Semacam Pengarsipan)


Tentang Pesta


satu waktu kau pasti akan mengerti
mengapa pesta masih harus digelar,1
diminati dan ditangisi


2011
1Dari puisi “Pada Sebuah Pesta-Irianto Ibrahim”








Suatu Ketika di Kawali I:
Mengenang Sawah dan Ladang


Sekarang tentulah sawah dan ladang telah berubah tuahnya
Hingga semuanya begitu sukar untuk dicatat dan diterjemahkan

Dahulu kami begitu terbiasa untuk bangga dengan apa
yang kami hasilkan. Meskipun hanya padi-padi dan ubi alakadarnya,
tapi kami masih mampu memahami apa yang kami pikirkan,
dan apa yang kami lakukan. Di antara perjalanan matahari,
anak-anak kami masih setia memainkan lumpur musim penghujan.
Dan jikalah musim berganti memanas, anak-anak kami berpaling
pada layangan kertas juga jerami-jerami yang mulai kering.
Tapi itu hanya tergantung musim, bukan karena siapa yang memimpin

Sekarang sawah dan ladang kami hanya menyisakan ingatan,
gedung-gedung pertokoan, dan kenangan yang diperjualbelikan

Menghantam masa silam

Begitulah, kota ini selalu memaksa kami untuk mengingat sawah,
ladang, dan kenang-kenangan kota kami yang hampir samar,
lalu luput dari catatan sejarah

Lagi-lagi, luput dari catatan sejarah.





2011








Orasi Mimpi-mimpi Buruh Pabrik


jika perlu peraslah sisa keringat kami yang hampir habis
terkikis mesin pabrik atau nasib yang telah menjadi
bagian kami. lalu tinggikanlah bagian-bagian
yang telah kami janjikan pada keluarga kami tempo hari,
tentang doa-doa yang bisa menebus getirnya prasangka kami.

kemudian ingatlah baik-baik apa yang telah kami catat
dari nasib dan hari-hari dalam pabrik, sebab dada kami
sudah tak mampu lagi untuk menahan segalanya.
dan akhirnya, hanya mengaburkan kembali mimpi
anak-anak kami dari ibunya.

tuan, jikalah benar mimpi telah menjadi modal pertunjukan
tuan-tuan, lalu mengapa bagi kami mimpi hanya menjadi
sesuatu yang datang dan pergi begitu saja, tak berjejak,
tak pula menyisakan kata-kata.




2011








Sajak yang Terluka


I/
kutulis sajak sebagai pelengkap doa-doa,
sebagai letupan kekecewaan
yang teramat dalam.

II/
telah kusinggahi kota-kota dengan lampu
yang nyala, kutelusuri tanah-tanah
dengan prahara muka bumi yang tertanam,
serta kujelajahi pula ketinggian gunung
yang selama ini menopang kepedihan langit.
tetapi sejauh perjalananku itu, sejauh mataku
melihat apa yang terlihat, aku tidak menemukan
apapun yang menjadi kebahagiaan hidup.

di setiap tempat aku melihat orang-orang
membuat pesta kesedihan. mereka saling
memakan tangan, kepala, kaki, jantung,
urat nadi, usus dua belas jari, ulu hati,
serta kebahagian-kebahagian mereka sendiri.
semakin banyak yang mereka makan, semakin
lupa pula mereka akan bayangan-bayangan
kepedihan, hidup dan kepulangan.

telah banyak orang mengirim doa pada tuhan,
telah banyak pula tuhan mengirim kesedihan.
hingga akhirnya semakin banyak pula
orang-orang yang hidup di atas kekecewaan.

III/
Tuhan, jika bagi sebagian orang kebahagiaan
lebih nyata dari mimpi-mimpi basah
yang menggembirakan. maka bagi kami,
selama ini kebahagiaan hanyalah dongengan
dan cerita yang persis sama dalam imaji, buku,
kitab, dan percakapan-percakapan sampah
yang dijungkirbalikan dari kepedihan
dan pesakitan orang-orang yang terluka
karena segala ketiadaannya.

Tuhan, melalui sajak ini aku menulis luka,
melengkapi doa-doa yang selama ini ada.

bahagiakanlah kesedihan kami,
orang-orang yang telah terusir
dari permohonan-permohonannya sendiri.



2012








Tentang Anak-anak Kami


“sepanjang perjalanan,
kita masih ditikam sisa-sisa mimpi,
lebih buruk dari anjing lapar
dan kedinginan”

matahari itu akan terus melewati waktu,
menyusuri jejaknya, hingga menemukan
nasibnya sendiri. sementara sebagian
kepala kami telah bosan dengan bayi-bayi
yang terus menangisi kelahirannya,
orang-orang yang terbakar lahannya,
atau gedung-gedung yang terus bermunculan
dari atas kubangan kepedihan dan kematian kami

oh Tuhan yang maha perkasa
sejak lahir kami telah dibekali doa-doa
dan shalawat nabi. kami tak pernah
menyembelih istri ataupun memakan saudara
dan anak-anak kami. tetapi mengapa
kami masih serupa keledai tanpa kepala,
memuja plaza, dan terus memasuki hidup
yang papa, dunia tanpa penjaga

anak-anak kami beriman dengan kemaluannya,
mereka mengaji dan berbakti sedari bayi,
bersuci sampai telapak kaki
tapi setelah dewasa, mereka hanya meludah
dan menjilati riwayatnya sendiri

rintih tangisan mereka serupa dentuman
yang meninggalkan luka di telinga kami
mereka berjalan sempoyongan
kelimbungan, terhantam beton-beton megah
yang keluar dari matanya, dan tak henti
mengoyak-ngoyak isi kepalanya

oh Tuhan yang maha perkasa
sampai kapan kami akan terus berdoa,
jika setelah kami mati,
matahari masih enggan pergi
sedang anak-anak kami,
semakin bangga dengan ludah
dan jilatannya sendiri



2011-2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar