BAKAT SENI
oleh, Saini K. M.
Kepenyairan
merupakan panggilan, bukanlah hasil keinginan. Lalu bagaimana halnya dengan
bakat kepenyair-an, khususnya, dan bakat seni umumnya? Ada dua sikap dan
pendapat yang bertentangan perihal bakat. Di satu pihak terdapat
pendapat yang pesimistik. Seseorang, demikian pendapat pihak ini, tidak dapat
menjadi penyair atau apapun tanpa bakat yang dibawa sejak lahir. Pendapat
semacam ini terlihat dalam berbagai ungkapan misalnya seni tidak bisa
diajarkan. Dengan demikian seseorang yang ‘merasa’ tidak berbakat, tidak dapat
berbuat apa-apa, kecuali prihatin atau cemburu kepada mereka yang
berbakat di bidang apapun. Pendapat sebaliknya menyatakan bahwa bakat terdiri
dari 99% kerja keras. Einstein, merupakan salah seorang yang berpenda-pat
semacam itu. Dengan demikian pendapat tersebut meremehkan apa yang disebut
dengan bakat. Jelas pula bahwa pendapat semacam itu lebih bersipat
optimistik. Bagi mereka yang memiliki cukup kemauan untuk bekerja keras,
sesuatu yang berharga sebagai karya, akhirnya akan tercapai.
Di
antara dua sikap dan pandangan tersebut, pengasuh cenderung mengambil sikap
optimistik, meskipun bukan tanpa syarat-syarat.
Syarat
pertama, adalah motivasi yang benar. Jika seorang remaja tiba-tiba terlibat
dalam kegiatan berpuisi, baik membaca-nya maupun menulis dan membicarakan-nya,
hendaknya remaja tersebut membuka kesempatan bagi dirinya sendiri untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan seba-gai berikut: Apakah saya benar-benar
tertarik pada puisi? Tidakkah saya hanya terbawa-bawa orang lain saja? Tidakkah
saya terlibat kegiatan tersebut semata disebabkan pemuda/pemudi
yang menarik perhatian saya kebetulan berada di lingkungan tersebut? Atau
jangan-jangan kita tidak mencintai puisi, dan hanya sekedar ingin terkenal?
Benarkah kita mencintai puisi karena menemukan nilai tertentu dalam puisi yang
tidak diberikan oleh karya atau kegiatan lain? Jika saya menulis puisi,
benarkah saya ingin mengungkapkan sesuatu yang tidak terungkapkan dalam bentuk
lain? Dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan terse-but perlu diajukan kepada
diri sendiri hingga anda yakin bahwa anda bergiat di bidang tersebut karena
minat yang otentik (sejati).
Syarat
kedua adalah kesediaan untuk bekerja keras. Anda harus meluangkan waktu,
perhatian dan tenaga untuk membaca karya-karya puisi yang besar, jika mungkin
dalam bahasa asing selain karya bangsa sendiri. Selain itu, perlu pula membaca
karya-karya kritik yang baik tentang puisi, dan sudah barang tentu,
mulailah menulis puisi. Ini berarti anda harus meninggalkan kegiatan-kegiatan
yang membuang waktu seperti begadang, ngobrol semalaman, keluyuran, main kartu,
dan sebagainya.
Syarat
ketiga adalah kesediaan untuk gagal. Penilaian berhasil dan gagalnya sebuah
karya seyogianya pertama-tama datang dari diri sendiri. Jika anda menulis sajak
yang menurut anda bagus, janganlah tergesa-gesa percaya pada penilaian
diri-anda sendiri. Simpan dan lupakanlah sajak tersebut untuk beberapa bulan,
untuk kemudian anda baca kembali. Boleh jadi, ketika anda membacanya kembali,
anda justru mentertawakan diri sendiri. Penilaian gagalnya puisi anda, dapat
pula dari orang lain yang anda percaya misalnya redaktur koran atau majalah.
Namun, dalam kaitan ini anda harus waspada. Belum tentu pendapat mereka benar
dan pendapat anda keliru. Tidak jarang kritikus terkenal pun membuat kekeliruan
dalam menilai, bukan saja karena mereka pun manusia, melainkan mereka pun tidak
selalu berada dalam kedudukan yang baik, untuk menilai, misalnya terlalu sibuk
dan sebagainya. Sekalipun demikian, pendapat mereka meskipun keliru menurut
anda akan memberi kesempatan kepada anda untuk meninjau karya anda dari sudut
pandang yang sebelumnya boleh jadi tidak anda ambil.
Syarat
keempat adalah kesediaan untuk tidak dihargai. Menulis, pertama-tama merupakan
upaya konsolidasi diri. Komunikasi, dengan demikian sekedar tindak lanjut, dari
upaya pertama, janganlah terlalu termakan oleh pujian dan ejekan orang jika
anda merasa bahwa dengan menulis puisi anda secara rohaniah menjadi lebih siap
dalam menghadapi kehidupan. Bagaimanapun juga, kita berpuisi bukan semata
untuk berpuisi, melainkan untuk hidup dan kehidupan.***
dikutip dari
buku "Puisi dan Beberapa Permasalahannya" - Saini K.M. disunting dan disusun oleh
Agus R. Sarjono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar