Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)

Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)
Yang Muda Yang Berlari

Kamis, 07 Maret 2013

Pembelajaran Puisi (Bakat Seni - Saini K. M.)


BAKAT SENI
oleh, Saini K. M.


Kepenyairan merupakan panggilan, bukanlah hasil keinginan. Lalu bagaimana halnya dengan bakat kepenyair-an, khususnya, dan bakat seni umumnya? Ada dua sikap dan pendapat   yang bertentangan perihal bakat.  Di satu pihak terdapat pendapat yang pesimistik. Seseorang, demikian pendapat pihak ini, tidak dapat menjadi penyair atau apapun tanpa bakat yang dibawa sejak lahir. Pendapat semacam ini terlihat dalam berbagai ungkapan misalnya seni tidak bisa diajarkan. Dengan demikian seseorang yang ‘merasa’ tidak berbakat, tidak dapat berbuat apa-apa,  kecuali prihatin atau cemburu kepada mereka yang berbakat di bidang apapun. Pendapat sebaliknya menyatakan bahwa bakat terdiri dari 99% kerja keras. Einstein, merupakan salah seorang yang berpenda-pat semacam itu. Dengan demikian pendapat tersebut meremehkan apa yang disebut dengan bakat. Jelas pula  bahwa pendapat semacam itu lebih bersipat optimistik. Bagi mereka yang memiliki cukup kemauan  untuk bekerja keras, sesuatu yang berharga sebagai karya, akhirnya akan tercapai.

Di antara dua sikap dan pandangan tersebut, pengasuh cenderung mengambil sikap optimistik, meskipun bukan tanpa syarat-syarat.

Syarat pertama, adalah motivasi yang benar. Jika seorang remaja tiba-tiba terlibat dalam kegiatan berpuisi, baik membaca-nya maupun menulis dan membicarakan-nya, hendaknya remaja tersebut membuka kesempatan bagi dirinya sendiri untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan seba-gai berikut: Apakah saya benar-benar tertarik pada puisi? Tidakkah saya hanya terbawa-bawa orang lain saja? Tidakkah saya terlibat kegiatan tersebut semata disebabkan pemuda/pemudi  yang  menarik perhatian saya kebetulan berada di lingkungan tersebut? Atau jangan-jangan kita tidak mencintai puisi, dan hanya sekedar ingin terkenal? Benarkah kita mencintai puisi karena menemukan nilai tertentu dalam puisi yang tidak diberikan oleh karya atau kegiatan lain? Jika saya menulis puisi, benarkah saya ingin mengungkapkan sesuatu yang tidak terungkapkan dalam bentuk lain? Dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan terse-but perlu diajukan kepada diri sendiri hingga anda yakin bahwa anda bergiat di bidang tersebut karena minat yang otentik (sejati).

Syarat kedua adalah kesediaan untuk bekerja keras. Anda harus meluangkan waktu, perhatian dan tenaga untuk membaca karya-karya puisi yang besar, jika mungkin dalam bahasa asing selain karya bangsa sendiri. Selain itu, perlu pula membaca karya-karya kritik yang baik tentang puisi, dan sudah barang tentu,  mulailah menulis puisi. Ini berarti anda harus meninggalkan kegiatan-kegiatan yang membuang waktu seperti begadang, ngobrol semalaman, keluyuran, main kartu, dan sebagainya.

Syarat ketiga adalah kesediaan untuk gagal. Penilaian berhasil dan gagalnya sebuah karya seyogianya pertama-tama datang dari diri sendiri. Jika anda menulis sajak yang menurut anda bagus, janganlah tergesa-gesa percaya pada penilaian diri-anda sendiri. Simpan dan lupakanlah sajak tersebut untuk beberapa bulan, untuk kemudian anda baca kembali. Boleh jadi, ketika anda membacanya kembali, anda justru mentertawakan diri sendiri. Penilaian gagalnya puisi anda, dapat pula dari orang lain yang anda percaya misalnya redaktur koran atau majalah. Namun, dalam kaitan ini anda harus waspada. Belum tentu pendapat mereka benar dan pendapat anda keliru. Tidak jarang kritikus terkenal pun membuat kekeliruan dalam menilai, bukan saja karena mereka pun manusia, melainkan mereka pun tidak selalu berada dalam kedudukan yang baik, untuk menilai, misalnya terlalu sibuk dan sebagainya. Sekalipun demikian, pendapat mereka meskipun keliru menurut anda akan memberi kesempatan kepada anda untuk meninjau karya anda dari sudut pandang yang sebelumnya boleh jadi tidak anda ambil.

Syarat keempat adalah kesediaan untuk tidak dihargai. Menulis, pertama-tama merupakan upaya konsolidasi diri. Komunikasi, dengan demikian sekedar tindak lanjut, dari upaya pertama, janganlah terlalu termakan oleh pujian dan ejekan orang jika anda merasa bahwa dengan menulis puisi anda secara rohaniah menjadi lebih siap dalam menghadapi kehidupan. Bagaimanapun  juga, kita berpuisi bukan semata untuk berpuisi, melainkan untuk hidup dan kehidupan.***


dikutip dari buku "Puisi dan Beberapa Permasalahannya" - Saini K.M. disunting dan disusun oleh Agus R. Sarjono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar