Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)

Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)
Yang Muda Yang Berlari

Kamis, 07 Maret 2013

Dua Puisi Arinda Risa Kamal (dokumentasi media cetak)


Sore Hari di Sebuah Kota


sore itu,
ketika langit tengah memendam
kemarahan bumi, aku melihat
seisi kota seperti kekalahanku sendiri.

lampu-lampu menyala begitu sedih,
sedang seseorang dengan mata sayu
dan bibir tipis yang kemerahan, masih
saja iseng sendiri dengan nyanyiannya
yang murung, yang kesepian di tengah
ramai arus pilkada, pemilu yang entah
akan menguntungkan siapa.

suara kecilnya yang berat membentur
spanduk-spanduk dan label toko asing,
mengekalkan sajaknya pada botol cola,
nokia, serta layar datar di plaza-plaza.

dari lehernya yang lurus dan ditumbuhi
bulu-bulu yang juga halus, aku mencium
bau anak-anak lapar, pengangguran,
serta ledakan amarah para demonstran
yang kerap turun persis di dalam pikiran
dan dadaku yang tengah terhimpit
nominal harga-harga.

biar.
biarlah langit sore ini terus saja mendung,
biarlah aku terus merasa dingin,
sendirian dan sangsi akan keriangan.
sebab seperti juga engkau, aku masih
menunggu malam, menunggui hujan
yang membasuh seluruh isi kota,
segenap dada yang berduka.

wahai perempuan yang di lehernya
tertanam seribu tiga ratus lima puluh tujuh
wewangian, tulislah ihwal perjuangan
dan kesia-siaan yang menapaki dirinya
di atas perasaan-perasaan janggal.
lantas jika memang di kemudian hari
bulan tertulis atas nama matahari,
gegas karamkanlah segala dukaku,
segala keriangan yang terus tumbuh
di kotaku; tiga ciuman saja,
di bawah leher kananmu itu.




2012







Mata dalam Kaca


hanyalah mata yang selama ini
menahan tatap pada bayang kaca.
kemudian selalu ada dorongan
di kedua tangan kita yang tiba-tiba
merapikan rambut, atau apa saja
yang bisa dirapikan. kadang ia
menambah warna, bau berbagai
nama, tuhan pada harga celana,
surga di lipatan kemeja.

mata itu pula yang mengingat jelas
siapa kita dalam bayangan, pantulan
cahaya dari sebuah kaca yang enggan
disalahkan, ataupun dibenarkan.
barangkali hanya semacam keinginan,
kesedihan dan kenyataan yang
terlanjur mengelak dari kenyataan,
untuk tidak menjadi siapa-siapa, dan
sama halnya dengan tidak menjadi
apa-apa. dan betapa sia-sia semuanya.

di hadapan sebuah kaca
yang menyimpan cahaya, kutatap kita
dengan mata yang bertanya-tanya.

siapa mata kita. dan mana kepala
yang selama ini menopang nama-nama.

hanyalah dada, yang selama ini kita lipat
untuk tidak memberi jawaban apa-apa.

dan demi mata dalam kaca, kembalikanlah
bayangan kami dari tubuhnya, dari tatap
matanya, dari dada dan sajak-sajak
yang telah kehilangan penulisnya.

sekalipun sia-sia,

dan tak menjawab apa-apa.



2013



Kabar Priangan, 6 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar