Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)

Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)
Yang Muda Yang Berlari

Senin, 09 Desember 2013

Dua Puisi tentang Kampung Halaman

Suatu Ketika di Kawali II
; Mengingat Kampung Halaman


aya ma nu nosi i gya Kawali ini
pakena kreta bener pakon
nanjor na juritan1,” tulis seseorang
pada batu, pada hidup yang ragu-ragu.

selalu kuingat benar tanah kelahiran
sebagai mimpi gagal, kekasih tempat
segala muasal.

kita telah sama-sama tahu
bahwa cinta memang tak mesti
diukur atau dikubur, meski degup
harus menemu nasib yang lapur.

Ibu, kerinduan akan rumah
kenangan dan kampung halaman,
barangkali adalah kesedihan lain
seorang pengembara, pelancong
yang menyesatkan dirinya
pada sesuatu yang mungkin tiada.

dalam dada ini, rumah, kenangan,
kampung halaman, harapan
dan semacanya adalah perasaan
yang sama-sama sulit diungkapkan.

semuanya telah berubah, Ibu.
kenyataan telah menjadi kampung
halaman yang berbeda. pohon-pohon
telah banyak tumbang, begitupun
dengan riwayat, sama-sama dikalahkan
peperangan. lantas kehidupan masih
saja digerakkan waktu dan kesangsian.

kini tak ada lagi yang bisa kita
banggakan dari tanah kelahiran.
tak, tak ada, Ibu. selain keinginan,
selain segala keterpaksaaan.

Ibu, banyak hal yang kerap menahanku
dari kepulangan, nama lain kepergian.
sebab itulah aku mengerti bahwa kita
tak akan pernah dilahirkan kembali,
apalagi jadi api, jadi batu tulis yang abadi.

tapi di sini, Ibu,
di tanah Linggawisesa yang lelap
ditimbun pusara dan bata, kemakmuran
dan keadilan sudah sama-sama fana.

lantas aku hendak percaya,
bahwa kita, pewaris darah raja-raja,
hanyalah peziarah yang sama.

“sebab, Ibu, kita hanya selalu
mencari dan membangun kerajaan
kita sendiri, seolah kita tak pernah
diwarisi apa-apa, dan seolah-olah
kita tak mesti mengingat siapa-siapa,”
ucap kaula terbata-bata.

ah, Kawali, kampung halaman
yang tak pernah kumiliki,
hantamlah dadaku kuat-kuat,
sekuat-kuatnya.

biar aku kembali, biar aku mengerti,
seperti apa rasanya memiliki.



2011-2013


1Tulisan prasasti II di Astana Gede Kawali, peninggalan Prabu Niskala Wastu Kencana (1371 M -1475 M) yang artinya: “Semoga ada yang menghuni Dayeuh Kawali ini yang melaksanakan kemakmuran dan keadilan agar unggul dalam perang.”







Kampung Halaman,
Nama Lain dari Kenangan


barangkali mesti begitu, Ambu,
bahwa bagi kaula,
seseorang yang terusir
dari muasalnya,
kampung halaman juga rumah
adalah kenangan.

tak lebih dari kenangan.

kemudian setiap kembara,
juga cinta, juga lantunan doa-doa,
selalu membuat kaula yakin
bahwa kaula harus beranjak
dari kenangan itu,
segala muasal itu.

tapi sungguh, Ambu,
sesekali kaula akan pulang,
sambil menangis,
barangkali sembari menulis
kerinduan yang jatuh
di setiap degupan getir itu.

Tak mesti bersedih, Ambu.
bukankah yang bersungguh
tak kenal kesedih juga ketakutan.
kesungguhan mengajarkan kita
bahwa kehilangan
hanyalah perasaan semata, bukan.

melankoli yang tak terduga.

Tuhan,
pada-Mu kaula titipkan
kampung halaman,
ambu dan kenangan.
hanya pada-Mu. hanya pada-Mu.
maka rawatlah, kutuklah.

paling tidak,
sebagaimana kaula mencintainya.


2013




*Dok media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar