Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)

Sekali berarti - Sesudah itu mati (CA)
Yang Muda Yang Berlari

Sabtu, 09 Februari 2013

Sebuah Bahasan (Catatan yang Mengingatkan)


Membaca Puisi Arinda Risa Kamal
Oleh Amang S. Hidayat



PUISI  merupakan hasil kerja sebuah perhitungan mengeksplorasi kata. Sebagai energi  penyair, untuk mengatur, menyusun, mengomposisikan dan menyistematisasi kata demi kata guna mencapai pencitraan sebagai satu kesatuan bentuk syair (puisi).
Secara umum puisi adalah kerja kreatif yang tak kunjung usai, karena kekayaan yang terkandung di dalamnya. Objek yang dituangkan ke dalam puisi dapat digali dari pengalaman empirik sang kreator (penyair) tentang kekuatan intuisinya. Dalam mengolah pengalaman, ke dalam kata yang disusun jadi kalimat-kalimat indah dengan pendalaman metafor sedemikian rupa, hingga idiom-idiom yang digunakan sebagai bahan pembendaharaan kata patut di kuasai dan difahami penyair. Di mana kemampuan mempersonifikasikan, baik itu kekayaan alam, benda atau hal-hal lain yang bersifat umum menjadi bagian penting. Untuk itu diperlukan kemampuan mengolah imajinasi untuk mempertajam intuisi kepenyairan.
Dalam hal ini, setelah mengkaji dan mendalami beberapa karya puisi Arinda Risa Kamal dapat diambil kesimpulan mendasar,  bahwa sudut pandang penulisan puisinya dapat dibagi menjadi beberapa jenis secara tematis, yakni puisi cinta, puisi religius dan puisi sosial. Hal ini penting dikemukakan, terutama untuk mempermudah pemahaman kita secara lebih mendalam tentang karya Arinda Risa Kamal tersebut.
Tema-tema tersebut setelah diperhatikan secara struktur rancang bangun dan pencitraan dari idiom yang diungkapkan dalam puisi Arinda Risa Kamal terdapat kekakuan makna bahkan penghamburan kata, di mana kata “aku”  begitu boros digunakan di hampir pada banyak karyanya. Hingga inti dari puisi untuk memperluas lanskap kata dan pemaknaan dari puisi yang dimaksud menjadi kabur, bahkan di banyak bait terkesan kata “aku”, “ku” menjadi dimentahkan kembali, terutama pada sajak-sajak bertema cinta misalnya: elegi kopi, sakitmu, perjumpaan, dan lainnya.
Padahal langsung atau tidak, puisi adalah bagian pembocoran empirik si penyair atau pembocoran yang sengaja diolah penyairnya dan hal itu sah-sah saja, tinggal bagaimana mengolah kemampuan memilih idiom-idiom yang tepat agar pemaknaan Aku lirik dalam syair puisi tak menjadi benturan yang membuat rancu antara Aku penyair sebagai penulis lirik itu sendiri.
Jika saja penyair Arinda Risa Kamal mencermati lebih mendalam tentang alam tempat di mana beliau tinggal, atau juga kampus atau kampung halamannya, hal ini akan lebih memungkinkan memberi banyak inspirasi. Jika saja giat menimba sumber inspirasi tersebut juga merenungkan dan menghayati karya-karya kesenian tradisi di sekitarnya berupa kearifan lokal, juga menghayati sastra-sastra lama (lisan), meskipun hanya sekedar spiritnya saja yang kita ambil, dapat digunakan untuk melatih kepekaan atas berbagai spirit peristiwa di sekitarnya.
Arinda Risa Kamal sebagai mahasiswa Unsil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang lahir di alam Ciamis yang puitis, tepatnya di Kawali yang sekitarnya sarat dengan makna sejarah Pajajaran dan Galuh di mana situs-situs dan legenda banyak terdapat di sana, sesungguhnya hal itu bisa saja menjadi bagian dari sumber inspirasi dalam sajak-sajak dan puisinya. Pengambilan tema-tema puisi religi, sosial dan cinta yang katanya merupakan pengalaman empirik, bisa membuat jiwa terguncang, bergelora, bergairah sekaligus sedih. Dan semua itu bisa menjadi sumber tema-tema puisi tadi.
Menyelami  jiwa penyair kadang-kadang narsis dalam mengkaji kemampuan mengatur makna, ruh, rima, prase, benang merah peristiwa dalam sajak menjadi intens, dan sekaligus begitu mudah untuk diakrabi.
Juga unsur bunyi rima dan komposisi menjadi bagian penting pencapaian nilai estetik sebuah karya (sastra dan puisi). Maka sekali lagi persepsi tentang karya sastra menjadi hal penting bagi pembekalan bahan dan pembendaharaan agar ketika membuat puisi relatif menjadi mudah dicerna, gampang dicermati, bersifat sederhana tanpa mengurangi kedalaman makna yang terkandung di dalamnya.
Selamat!! Fokus terus pada karya sastra…..!!!! Sebab, pada hakikatnya belajar bahasa (sastra) adalah belajar berkomunikasi. (*)

Tasikmalaya, 14 januari 2011



Amang S Hidayat adalah seorang penyair dan praktisi teater. Hingga saat ini tercatat sebagai pendiri dan pengelola Sanggar Seni Teater Bolon (SSTB), satu-satunya kelompok teater anak-anak yang ada di kota Tasikmalaya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar