Membaca
Puisi Arinda Risa Kamal
Oleh
Amang S. Hidayat
PUISI merupakan hasil kerja sebuah perhitungan
mengeksplorasi kata. Sebagai energi penyair,
untuk mengatur, menyusun, mengomposisikan dan menyistematisasi kata demi kata
guna mencapai pencitraan sebagai satu kesatuan bentuk syair (puisi).
Secara umum puisi adalah kerja kreatif yang tak
kunjung usai, karena kekayaan yang terkandung di dalamnya. Objek yang dituangkan
ke dalam puisi dapat digali dari pengalaman empirik sang kreator (penyair)
tentang kekuatan intuisinya. Dalam mengolah pengalaman, ke dalam kata yang
disusun jadi kalimat-kalimat indah dengan pendalaman metafor sedemikian rupa,
hingga idiom-idiom yang digunakan sebagai bahan pembendaharaan kata patut di
kuasai dan difahami penyair. Di mana kemampuan mempersonifikasikan, baik itu
kekayaan alam, benda atau hal-hal lain yang bersifat umum menjadi bagian penting.
Untuk itu diperlukan kemampuan mengolah imajinasi untuk mempertajam intuisi
kepenyairan.
Dalam hal ini, setelah mengkaji dan mendalami
beberapa karya puisi Arinda Risa Kamal dapat diambil kesimpulan mendasar, bahwa
sudut pandang penulisan puisinya dapat dibagi menjadi beberapa jenis secara
tematis, yakni puisi cinta, puisi religius dan puisi sosial. Hal ini penting
dikemukakan, terutama untuk mempermudah pemahaman kita secara lebih mendalam
tentang karya Arinda Risa Kamal tersebut.
Tema-tema tersebut setelah diperhatikan secara
struktur rancang bangun dan pencitraan dari idiom yang diungkapkan dalam puisi Arinda
Risa Kamal terdapat kekakuan makna bahkan penghamburan kata, di mana kata
“aku” begitu boros digunakan di hampir pada
banyak karyanya. Hingga inti dari puisi untuk memperluas lanskap kata dan
pemaknaan dari puisi yang dimaksud menjadi kabur, bahkan di banyak bait terkesan
kata “aku”, “ku” menjadi dimentahkan kembali, terutama pada sajak-sajak bertema
cinta misalnya: elegi kopi, sakitmu,
perjumpaan, dan lainnya.
Padahal langsung atau tidak, puisi adalah bagian pembocoran
empirik si penyair atau pembocoran yang sengaja diolah penyairnya dan hal itu
sah-sah saja, tinggal bagaimana mengolah kemampuan memilih idiom-idiom yang
tepat agar pemaknaan Aku lirik dalam syair puisi tak menjadi benturan yang
membuat rancu antara Aku penyair sebagai penulis lirik itu sendiri.
Jika saja penyair Arinda Risa Kamal mencermati lebih
mendalam tentang alam tempat di mana beliau tinggal, atau juga kampus atau
kampung halamannya, hal ini akan lebih memungkinkan memberi banyak inspirasi.
Jika saja giat menimba sumber inspirasi tersebut juga merenungkan dan menghayati
karya-karya kesenian tradisi di sekitarnya berupa kearifan lokal, juga
menghayati sastra-sastra lama (lisan), meskipun hanya sekedar spiritnya saja
yang kita ambil, dapat digunakan untuk melatih kepekaan atas berbagai spirit
peristiwa di sekitarnya.
Arinda Risa Kamal sebagai mahasiswa Unsil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang lahir di alam Ciamis yang puitis, tepatnya di Kawali yang sekitarnya sarat
dengan makna sejarah Pajajaran dan Galuh di mana situs-situs dan legenda banyak
terdapat di sana, sesungguhnya hal itu bisa saja menjadi bagian dari sumber
inspirasi dalam sajak-sajak dan puisinya. Pengambilan tema-tema puisi religi,
sosial dan cinta yang katanya merupakan pengalaman empirik, bisa membuat jiwa
terguncang, bergelora, bergairah sekaligus sedih. Dan semua itu bisa menjadi
sumber tema-tema puisi tadi.
Menyelami
jiwa penyair kadang-kadang narsis dalam mengkaji kemampuan mengatur
makna, ruh, rima, prase, benang merah peristiwa dalam sajak menjadi intens, dan
sekaligus begitu mudah untuk diakrabi.
Juga unsur bunyi rima dan komposisi menjadi bagian
penting pencapaian nilai estetik sebuah karya (sastra dan puisi). Maka sekali
lagi persepsi tentang karya sastra menjadi hal penting bagi pembekalan bahan
dan pembendaharaan agar ketika membuat puisi relatif menjadi mudah dicerna,
gampang dicermati, bersifat sederhana tanpa mengurangi kedalaman makna yang
terkandung di dalamnya.
Selamat!! Fokus terus pada karya sastra…..!!!!
Sebab, pada hakikatnya belajar bahasa (sastra) adalah belajar berkomunikasi.
(*)
Tasikmalaya, 14 januari 2011
Amang
S Hidayat adalah seorang penyair
dan praktisi teater. Hingga saat ini tercatat sebagai pendiri dan pengelola
Sanggar Seni Teater Bolon (SSTB), satu-satunya kelompok teater anak-anak yang
ada di kota Tasikmalaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar